Tagar Save Raja Ampat Menggelora di Media Sosial
Kabar1lamongan.com – Netizen makin gencar membagikan unggahan video dan foto yang memperlihatkan kerusakan lingkungan di Raja Ampat, Papaua Barat yang disebut mengalami dampak buruk dari pertambangan nikel dengan menggunakan tanda pagar (tagar) #SaveRajaAmpat.
Postingan kebanyakan dalam Story di Instagram dengan narasi “Papua Bukan Tanah Kosong”, dan cuplikan kampanye Greenpeace yang menampilkan kondisi hutan yang hilang hijaunya dan jelas terlihat warna coklat dari imbas hutan yang tergerus hingga habis diantara hutan lain.
Dari satu tayangan video yang beredar, tampak beberapa pulau di Raja Ampat dipenuhi kegiatan pertambangan. Terlihat alat berat, seperti ekskavator, beroperasi di kawasan tersebut.
Kampanye yang dilakukan Greenpeace menggunakan tagar serupa juga disebar makin luas, dengan menyoroti biaya sebenarnya dari nikel, dan menampilkan daftar kerusakan lingkungan hingga pelanggaran yang disebut kerap menyertai kegiatan pertambangan nikel di Indonesia.
Unggahan Greenpeace di Instagram turut menampilkan gambar bertuliskan #SaveRajaAmpat. “The Last Paradise: Satu per satu keindahan alam Indonesia dirusak dan dihancurkan hanya demi kepentingan sesaat dan golongan oligarki serakah. Pemerintah harus bertanggung jawab atas kehancuran alam yang semakin hari semakin marak terjadi,” demikian tertulis di akun @greenpeaceid, dikutip Kamis, 5 Juni 2025.

“Saat ini Raja Ampat, tempat yang dijuluki ‘Surga Terakhir’ di dunia berada dalam kehancuran yang dilakukan pertambangan nikel. Hilirisasi nikel yang digadang sebagai jalan menuju energi bersih telah meninggalkan jejak kehancuran di berbagai tempat dari Sulawesi hingga Maluku, dan kini mengancam Raja Ampat, Papua Barat,” tulis Greenpeace.
Menanggapi hal ini, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik membenarkan bahwa aktivitas tambang memang terjadi di sejumlah pulau di Raja Ampat. Gambar dan video yang beredar sebagian besar merupakan dokumentasi aktivitas tambang yang ada di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Batang Pele. Ia juga mengapresiasi meningkatnya perhatian publik melalui tagar #SaveRajaAmpat.
“Penggunaan hashtag #SaveRajaAmpat tentu kami sangat senang sekali bisa menjadi perhatian publik saat ini, Sebab, perhatian publik memberi tekanan kepada pemerintah sehingga sejumlah lembaga mulai mengambil sikap. “Makanya sekarang pemerintah, DPR ada statement, dari ESDM ada statement, LH langsung melakukan penyegelan, dari Kementerian Pariwisata juga sudah ada,” tuturnya.
Namun, Iqbal mengatakan pihaknya belum melihat respons dari Kementerian Kehutanan sejauh ini, padahal kementerian tersebut sangat terkait dengan isu pertambangan di kawasan hutan Raja Ampat. (Red/Suyono)