Edukasi Corner Mengenal Apa Itu LSM dan Apa tugasnya? Pahami Kode Etik Konsil LSM...

Mengenal Apa Itu LSM dan Apa tugasnya? Pahami Kode Etik Konsil LSM Indonesia

Mengenal Apa Itu LSM dan Apa tugasnya? Pahami Kode Etik Konsil LSM Indonesia.

Kabar1lamongan.com – LSM adalah singkatan dari Lembaga Swadaya Masyarakat. LSM merupakan lembaga atau organisasi non-pemerintah atau yang biasa disebut Non-Government Organization (NGO). LSM didirikan independen dari pemerintah atau oleh masyarakat sipil/umum, baik perorangan maupun sekelompok orang.

Pengertian LSM atau Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Organisasi non-pemerintah ini bercirikan organisasi bukan bagian dari pemerintah, birokrasi, ataupun negara.

Advertisement

Namun, Citra Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kerap tercoreng karena ulah oknum LSM nakal. Untuk menangkal pembusukan LSM, diperlukan transparansi dan akuntabilitas. Sayangnya, kode etik belum juga jadi pegangan bagi LSM.Tampaknya, LSM atau Ornop (Organisasi Nonpemerintah) memang kerap dijadikan tunggangan atau kedok bagi banyak pihak dengan berbagai kepentingan.

Kode Etik Belum Efektif Atasi Ulah Oknum “Pembusukan” di LSM : 

Citra Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kerap tercoreng karena ulah LSM nakal. Untuk menangkal pembusukan LSM, diperlukan transparansi dan akuntabilitas. Sayangnya, kode etik belum juga jadi pegangan bagi LSM.

Ada istilah LSM ‘proyek’, ada juga LSM ‘dadakan’ atau LSM ‘siluman’. LSM proyek cuma mengejar proyek. Sementara LSM dadakan atau siluman itu baru dibentuk atau berganti rupa untuk dapat proyek.

Oknum LSM yang melakukan praktek tercela jelas dapat mencoreng citra dan komunits LSM secara keseluruhan. Tim Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan Ekonomi Sosial (LP3ES) yang melakukan observasi di delapan kota di Indonesia mengidentifikasikan. Sekurangnya tiga bentuk aktivisme LSM yang “tidak jelas” dan menandai pembusukan.

1. Pertama, LSM yang terkait dengan permainan kekuasaan atau LSM ‘politik’. Bentuknya, dukung mendukung calon pejabat tertentu di berbagai tingkatan. Contohnya, dalam beberapa hal calon politik mengerahkan kelompoknya dengan menghalalkan berbagai cara.

2. Kedua, LSM yang memperebutkan proyek pemerintah (daerah) atau LSM ‘proyek’. LSM ini justru umumnya justru didirikan atau melibatkan pegawai dan kawan-kawannya. Biasanya, dilatarbelakangi kebijjakan baru negara donor yang mensyaratkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan.

3. Ketiga, LSM yang bermain politik uang atau premanisme alias LSM ‘preman’. Modusnya, investigasi dan mengkritik melalui pendekatan watch dog, eh ujung-ujungnya ternyata bermain di belakang layar. Makin suaranya kencang, ternyata ada maunya juga.

Repotnya, pembusukan itu terus terjadi karena komunitas LSM cenderung membiarkannya. Mereka cuek karena toh ulah LSM nakal itu tidak merugikannya. Bahkan, LSM yang ikut aktif mengkampanyekan perang melawan korupsi juga tidak mau peduli jika ada penyimpangan yang dilakukan oleh oknum atau LSM lainnya.

Dasar Berdirinya LSM di Indonesia : 

Membentuk suatu organisasi, perkumpulan atau apapun namanya merupakan suatu perwujudan dari Hak Asasi Manusia (HAM). Hal berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan:

“Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan Partai Politik, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakkan dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”.

Di Indonesia, LSM berdiri dari beberapa organisasi dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. LSM populer pada tahun 1970 ketika sedang terjadi krisis di Indonesia, kemiskinan, kerusakan lingkungan, pelarian politik, kekerasan oleh negara.

Untuk pertama kali LSM dikenal melalui UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan bergerak dalam hal-hal yang berkaitan dengan Lingkungan Hidup. Kemudian dalam perkembangannya LSM mempunyai lingkup kegiatan yang tidak terbatas pada lingkungan hidup saja.

Adapun mengenai peraturan organisasi kemasyarakatan seperti LSM diatur dalam UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Atau biasa disebut UU Ormas.

Mengenal Apa Itu LSM? dan Bagaimana Tugasnya : 

Sebagaimana organisasi masyarakat, LSM atau Lembaga Swadaya Masyarakat memiliki tugas dan fungsinya sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Berikut ini penjelasannya:

Tugas LSM sebagai ormas bertujuan untuk :

– Meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat.

– Memberikan pelayanan kepada masyarakat.

– Menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

– Melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat.

– Melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

– Mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat.

– Menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.

– Mewujudkan tujuan negara.

Sementara fungsi LSM selaku ormas adalah sebagai :

Penyalur kegiatan sesuai dengan kepentingan anggota dan/atau tujuan organisasi. Pembinaan dan pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan organisasi. Penyalur aspirasi masyarakat Pemberdayaan masyarakat, pemenuhan pelayanan sosial partisipasi masyarakat untuk memelihara, menjaga, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Pemelihara dan pelestari norma, nilai, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Jika sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melakukan penyimpangan, ada mekanisme hukum dan pengawasan yang memungkinkan organisasi tersebut untuk dikenai sanksi hingga berujung pada pembubaran.

Mekanisme dan Prosedur :

LSM di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas), yang kemudian diubah dengan UU No. 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 Tahun 2017.

Proses penindakan dan pembubaran biasanya melibatkan langkah-langkah berikut :

1. Pengawasan: Pemerintah (melalui Kementerian Dalam Negeri, pemerintah daerah, atau instansi terkait lainnya) berwenang melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap LSM. Masyarakat juga dapat melaporkan dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh LSM.

2. Peringatan dan Sanksi Administratif: Jika ditemukan adanya penyimpangan atau pelanggaran aturan, pemerintah akan memberikan sanksi administratif secara bertahap, mulai dari peringatan tertulis, penghentian bantuan dana (jika ada), hingga pembekuan kegiatan.

3. Pembubaran oleh Pemerintah: Berdasarkan UU No. 16 Tahun 2017, pemerintah berhak membubarkan ormas (termasuk LSM) secara langsung tanpa melalui proses pengadilan terlebih dahulu jika dinilai melanggar aturan berat, seperti melakukan tindakan anarkis, mengganggu stabilitas negara, atau bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Jenis Penyimpangan, Penyimpangan yang dapat menyebabkan LSM dibubarkan antara lain :

1. Kegiatan yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dan UUD 1945.

2. Melakukan tindakan anarkis atau mengganggu ketertiban umum.

3. Terlibat dalam aktivitas ilegal atau tindak pidana, seperti korupsi atau pemerasan.

4. Menerima bantuan dari pihak luar negeri tanpa melaporkan kepada pemerintah.

5. Masyarakat yang merasa dirugikan oleh LSM yang menyimpang juga dapat menempuh jalur hukum dengan melaporkan perbuatan tersebut kepada pihak berwenang (Kepolisian atau Kejaksaan) untuk proses hukum pidana atau perdata.

Kode etik LSM : 

Karena pembusukan itu, datang tuntutan kepada komunitas LSM agar lebih transparan dan akuntabel. “Akuntabilitas bagi LSM tidak cukup berhenti pada konsep hierarkhi, tapi lebih harus dilakukan kepada publik,” kata Zaim Saidi dari Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC). Saat diskusi “Transparansi dan Akuntabilitas LSM” di Jakarta, Zaim mengemukakan bahwa persoalan mendasar dalam konteks akuntabilitas demokratik bagi LSM mencakup elemen internal governance dan konstitusialisme. Adapun, transparansi merupakan prinsip yang merupakan prasyarat terlaksananya akuntabilitas demokratik, Dikutip dari sumber online.

Kode etik LSM adalah seperangkat nilai, prinsip, dan norma yang memandu perilaku organisasi non-pemerintah, mencakup prinsip-prinsip seperti non-pemerintah, nirlaba, anti-diskriminasi, penghormatan terhadap HAM, transparansi, dan akuntabilitas.

Kode etik ini dirancang untuk meningkatkan akuntabilitas dan memastikan bahwa kegiatan LSM berjalan secara bertanggung jawab, efektif, dan sesuai dengan tujuan kemanusiaan.

Prinsip-prinsip utama kode etik LSM Non-pemerintah: 

1. LSM tidak berafiliasi dengan lembaga pemerintah.

2. Non-partisan: LSM tidak berafiliasi dengan partai politik atau menjalankan politik praktis.

3. Nirlaba: Keuntungan (jika ada) diinvestasikan kembali untuk mencapai tujuan organisasi dan tidak dibagikan kepada pendiri atau pengurus.

4. Anti-diskriminasi: Tidak membeda-bedakan dan tidak melakukan diskriminasi terhadap individu atau kelompok tertentu.

5. Penghormatan terhadap HAM: Menghormati hak asasi manusia fundamental yang melekat pada setiap orang.

6. Keberpihakan pada masyarakat marginal: Mendukung kelompok-kelompok yang rentan atau terpinggirkan.

7. Transparansi: Keterbukaan dalam pengelolaan organisasi dan kegiatan.

8. Akuntabilitas: Bertanggung jawab atas tindakan, pengelolaan keuangan yang akuntabel, dan memiliki mekanisme penanganan pengaduan.

9. Independensi: Menjaga independensi dalam operasional dan keputusan.

10. Anti-kekerasan: Menghindari penggunaan kekerasan dalam menjalankan kegiatan.

11. Kerelawanan: Mengakui peran sukarela dari para pendiri dan pengurus inti dalam kegiatan organisasi.

Penerapan dan penegakan : 

– internalisasi: LSM didorong untuk menginternalisasi kode etik secara mandiri untuk meningkatkan akuntabilitas internalnya.

– Mekanisme penegakan: Mekanisme penegakan kode etik dapat melibatkan dewan etik untuk anggota, dan pimpinan lembaga untuk aktivisnya.

– Pengungkapan konflik kepentingan: Direktur dan staf memiliki kewajiban untuk mengungkapkan potensi konflik kepentingan dan harus ada kebijakan tertulis mengenai hal ini.

Artikel ini di sadur kembali ke publik sebagai bahan edukasi masyarakat dan agar masyarakat lebih bisa mengenal, bisa mendeteksi dini dan membedakan mana LSM yang sebenarnya dan mana yang tidak. (Red)

Klik the link dan download juga artikel ini : https://konsillsm.or.id/wp-content/uploads/2016/12/Kode-Etik-Konsil-LSM-Indonesia_Hasil-Kongres-Nasional-III-.pdf

Advertisement