KJL: Penggiringan Opini Dalam Berita Memiliki Implikasi Hukum yang Serius.
Kabar1lamongan.com – Ketua Komunitas Jurnalis Lamongan (KJL) menyikapi persoalan menggiring opini dalam berita memiliki implikasi hukum yang serius, terutama jika dilakukan dengan niat buruk dan melanggar kode etik jurnalistik. Berikut adalah beberapa aspek hukum terkait penggiringan opini publik oleh media :
Kode Etik Jurnalistik:
1. Wartawan terikat pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ), yang disusun oleh Dewan Pers dan harus dipatuhi oleh seluruh media di Indonesia.
2. Salah satu pasal krusial dalam KEJ adalah larangan membuat berita bohong, fitnah, dan opini yang menghakimi.
3. Wartawan juga wajib menerapkan asas praduga tak bersalah.
4. Berita yang ditulis harus berdasarkan fakta yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pelanggaran terhadap KEJ dapat dilaporkan ke Dewan Pers, yang akan menginvestigasi dan menjatuhkan sanksi moral.
1. Intervensi dalam proses hukum (Sub Judice Rule)
2. Penggiringan opini oleh media dapat dianggap sebagai intervensi terhadap proses peradilan yang sedang berjalan (sub judice rule).
3. Tindakan ini dapat memengaruhi independensi hakim dan merusak prinsip peradilan yang adil.
Beberapa negara memberlakukan sanksi bagi pihak yang secara sengaja memengaruhi putusan pengadilan melalui opini publik, meskipun di Indonesia aturannya masih dalam tahap perkembangan.
1. Pidana pencemaran nama baik dan fitnah.
2. Jika penggiringan opini dilakukan dengan menyebarkan tuduhan yang tidak benar, pelakunya dapat dijerat dengan delik pencemaran nama baik atau fitnah.
3. Pasal 311 ayat (1) KUHP mengancam pidana penjara bagi mereka yang melakukan fitnah, terutama jika tuduhan yang disebarkan tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Dalam kasus di mana jurnalis terbukti melakukan fitnah dan informasi yang menyesatkan dengan niat buruk, mereka dapat dikenakan tuntutan pidana.
Berikut Tuntutan Pidana :
1. Penyebaran berita bohong (Hoaks).
2. Pasal 390 KUHP dapat diterapkan jika penggiringan opini dilakukan dengan menyebarkan kabar bohong yang merugikan pihak lain.
3. Pasal 28 Ayat (2) UU ITE juga mengatur tentang penyebaran berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen, dengan ancaman pidana penjara dan/atau denda.
Tuntutan perdata :
1. Pihak yang merasa dirugikan akibat penggiringan opini oleh media dapat mengajukan gugatan perdata.
2. Gugatan ini dapat menuntut ganti rugi materiil dan/atau imateriil atas kerugian yang diderita akibat berita yang tidak benar atau menghakimi.
Secara ringkas, meskipun belum ada delik tunggal yang secara eksplisit mengatur “penggiringan opini”, tindakan tersebut dapat dijerat dengan berbagai pasal dalam hukum pidana dan perdata jika melanggar etika jurnalistik, menyebarkan berita bohong, melakukan fitnah, atau mengintervensi proses peradilan.
Berikut Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan Jika Menemui/Menjadi Korban Oknum Wartawan/Media Abal-abal :
A. Kumpulkan Bukti Ancaman atau Pemerasan.
Sebelum melapor, amankan semua bukti, seperti: 1. Chat (WhatsApp, Telegram, SMS, dll.), 2. Rekaman suara atau video (jika ada).
Bukti pertemuan atau surat permintaan uang/liputan berbayar. Tangkapan layar berita atau postingan yang digunakan untuk menekan Anda. Bukti-bukti ini akan sangat membantu penyelidikan polisi.
B. Laporkan ke Dewan Pers :
Jika oknum tersebut mengaku wartawan atau membawa nama media, segera juga laporkan ke Dewan Pers.
π Situs resmi: https://dewanpers.or.id
π Telp. Kantor Dewan Pers: (021) 350 4877
π© Email pengaduan: pengaduan@dewanpers.or.id.
Dewan Pers akan memeriksa apakah medianya terverifikasi atau tidak, serta apakah oknum tersebut benar wartawan.
C. Laporkan ke Kepolisian :
Jika sudah ada unsur ancaman, intimidasi, atau permintaan uang (pemerasan), segera lapor ke Polres atau Polda terdekat.
Pasal yang bisa dikenakan:
π Pasal 368 KUHP (pemerasan).
π Pasal 27 ayat (4) dan 29 UU ITE (jika lewat media digital).
π Untuk wilayah Jawa Timur: Anda bisa melapor ke Ditreskrimsus Polda Jatim, bagian Subdit Siber atau Tipidter.
D. Laporkan ke Diskominfo atau Humas Daerah (opsional).
Jika Anda bagian dari lembaga pemerintah (misalnya ASN atau perangkat desa), bisa juga melapor ke Diskominfo atau Bagian Humas Pemda, agar mereka membantu komunikasi resmi dengan media terverifikasi.
Hal-hal yang Jangan Dilakukan :
* Jangan memberi uang, βuang rokokβ, atau bentuk gratifikasi apa pun.
* Jangan menanggapi ancaman dengan ancaman balik.
* Jangan membiarkan, karena kalau satu kasus dibiarkan, biasanya akan diulang oleh pelaku lain.
Intinya: Kalau wartawan benar, mereka menulis berita, bukan minta uang. Kalau sudah minta uang, itu bukan wartawan itu oknum pelaku pemerasan. Semoga pembahasan ini bermanfaat dan menjadi edukasi publik. (Red)










