Bagaimana Merancang Ketahanan Fiskal dan Daya Saing UMKM di Era Digital.
Kabar1Lamongan.com – Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) telah lama dikenal sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Dalam berbagai krisis ekonomi, sektor inilah yang terbukti tangguh, menyerap tenaga kerja terbesar, dan menjadi sumber kehidupan bagi jutaan keluarga. Namun, di tengah dinamika ekonomi digital yang semakin kompleks, muncul tantangan baru yang menguji kemampuan adaptif UMKM, terutama dalam hal ketahanan fiskal. Di sisi lain, perpajakan yang sejatinya merupakan instrumen pembangunan nasional seringkali dipersepsikan sebagai beban, bukan sebagai strategi pertumbuhan yang bisa memperkuat daya saing.
Di sinilah pentingnya perencanaan pajak atau tax planning bagi UMKM untuk dikembalikan ke esensi sejatinya: bukan semata soal mengurangi beban, tetapi tentang bagaimana membangun disiplin fiskal, ketahanan keuangan, dan peluang untuk tumbuh secara berkelanjutan. FEB UNISLA sebagai lembaga pendidikan ekonomi dan bisnis memiliki tanggung jawab moral dan akademik untuk mendorong literasi perpajakan di kalangan pelaku UMKM, agar mereka tidak sekadar patuh, tetapi cerdas dalam mengelola fiskalnya.
Perencanaan pajak bukanlah hal eksklusif bagi korporasi besar. Justru bagi UMKM, ia adalah alat untuk bertahan hidup. Dengan memahami regulasi yang berlaku seperti tarif final berdasarkan PP 23/2018 atau norma penghitungan penghasilan neto pelaku UMKM dapat menghitung kewajiban pajak secara realistis dan menghindari cash flow shock yang sering kali mematikan usaha kecil. Ketika arus kas bisa dikontrol, pelaku usaha memiliki ruang untuk mengambil keputusan keuangan yang lebih strategis, termasuk menyiapkan dana darurat, berinvestasi pada teknologi, atau memperluas jaringan pemasaran.
Lebih jauh, perencanaan pajak yang baik juga membangun citra profesional. UMKM yang memiliki pembukuan rapi dan catatan perpajakan yang jelas akan lebih mudah dipercaya oleh perbankan, investor, dan mitra bisnis. Kredibilitas ini menjadi modal sosial sekaligus finansial yang tidak ternilai. Banyak lembaga keuangan kini menjadikan rekam jejak perpajakan sebagai parameter penting dalam menilai kelayakan kredit. Dengan demikian, kepatuhan pajak bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga strategi finansial untuk membuka akses terhadap modal dan kesempatan ekspansi.
Kenyataannya, masih banyak pelaku UMKM yang menjalankan bisnis secara informal tanpa pembukuan yang memadai. Akibatnya, mereka kesulitan mengetahui kondisi keuangannya sendiri dan akhirnya berada dalam posisi yang reaktif terhadap pajak baru sadar dan panik menjelang tenggat waktu pelaporan. Paradigma inilah yang perlu diubah menuju manajemen fiskal yang proaktif. Perpajakan seharusnya tidak ditakuti, melainkan dikelola dengan strategi yang tepat.
Dalam konteks modern, tax planning bisa diibaratkan sebagai GPS keuangan. Ia membantu pengusaha memahami peta pendapatan, biaya, dan kewajiban secara jelas. Setiap keputusan bisnis, mulai dari pembelian aset hingga strategi penetapan harga, sebaiknya dipertimbangkan pula dari aspek fiskal. Misalnya, pembelian peralatan produksi pada kuartal tertentu dapat dimanfaatkan untuk penghematan pajak melalui mekanisme penyusutan. Demikian pula, pengeluaran promosi dan digital marketing yang dicatat dengan benar bisa diakui sebagai biaya usaha yang sah dan mengurangi beban pajak.
Di era digital seperti sekarang, teknologi menjadi mitra strategis bagi UMKM dalam mengelola perpajakan. Aplikasi pembukuan sederhana, seperti BukuKas atau Jurnal.id, telah memungkinkan pelaku usaha mencatat transaksi, menghitung laba, dan menyiapkan data pajak secara otomatis. Integrasi antara pencatatan keuangan dan pelaporan pajak inilah yang menjadi kunci ketahanan fiskal di masa depan. Dengan digitalisasi, UMKM tidak hanya lebih efisien, tetapi juga lebih siap menghadapi audit, verifikasi data, maupun tuntutan administrasi dari berbagai lembaga.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa tantangan terbesar masih terletak pada literasi. Banyak pelaku usaha yang belum memahami seluk-beluk perpajakan, baik dari sisi regulasi maupun manfaatnya. Oleh karena itu, sinergi antara perguruan tinggi seperti FEB UNISLA, pemerintah, dan komunitas bisnis menjadi sangat penting. FEB UNISLA memiliki potensi besar untuk berperan sebagai pusat edukasi fiskal bagi UMKM, dengan menyelenggarakan pelatihan, konsultasi, dan riset aplikatif mengenai strategi pajak dan keuangan usaha kecil.

Di sisi lain, pemerintah juga harus terus memperkuat ekosistem kebijakan yang mendukung. Penyederhanaan administrasi, digitalisasi layanan perpajakan, serta pemberian insentif bagi UMKM yang patuh akan mendorong kepatuhan sukarela (voluntary compliance). Pendekatan ini lebih efektif dibandingkan sekadar memperbanyak aturan atau sanksi. Ketika pelaku UMKM merasa bahwa sistem pajak berpihak pada mereka, maka kesadaran membayar pajak akan tumbuh secara alami.
Selain aspek kebijakan, peran konsultan pajak juga perlu diredefinisi. Konsultan bukan lagi sekadar “pelapor SPT” yang bekerja musiman, tetapi mitra strategis yang membantu pelaku UMKM menyusun strategi fiskal jangka panjang. Pendampingan seperti ini penting agar UMKM tidak salah langkah dalam mengambil keputusan yang berdampak pajak, sekaligus memastikan bahwa mereka memahami risiko dan peluang dari setiap pilihan yang diambil.
Ke depan, keberhasilan UMKM tidak hanya ditentukan oleh kemampuan menjual produk, tetapi juga oleh kematangan manajemen fiskalnya. Ketahanan fiskal bukan sekadar kemampuan membayar pajak tepat waktu, tetapi kemampuan menjaga kestabilan arus kas, mengelola beban pajak secara efisien, dan memanfaatkan insentif yang tersedia untuk mendukung pertumbuhan usaha. Dalam konteks inilah, perencanaan pajak menjadi bagian integral dari strategi bisnis yang lebih luas.
FEB UNISLA melalui dosen dan mahasiswanya memiliki peran strategis dalam membangun kesadaran ini. Melalui penelitian, pengabdian masyarakat, dan pendidikan, fakultas ini dapat mendorong munculnya ekosistem UMKM yang lebih sadar pajak dan melek fiskal. Dengan demikian, misi pendidikan tinggi tidak hanya berhenti di ruang kelas, tetapi benar-benar menyentuh denyut kehidupan ekonomi masyarakat.
Pada akhirnya, membangun daya saing UMKM di era digital tidak cukup dengan modal inovasi produk atau strategi pemasaran yang canggih. Daya saing sejati terletak pada ketahanan struktur keuangannya. UMKM yang mampu mengelola keuangan dan perpajakan dengan bijak akan lebih siap menghadapi gejolak ekonomi, perubahan regulasi, maupun persaingan global yang semakin ketat.
Dengan semangat “Dari Kampus untuk Negeri,” FEB UNISLA terus mendorong transformasi fiskal yang sehat dan berkelanjutan bagi pelaku UMKM. Karena sejatinya, ketahanan fiskal bukan hanya urusan angka di laporan pajak, melainkan tentang keberlanjutan ekonomi bangsa. Pajak yang dikelola dengan cerdas bukanlah beban, melainkan jembatan menuju kemandirian, kredibilitas, dan masa depan UMKM Indonesia yang lebih tangguh dan berdaya saing.(**)
Pembahasan Oleh: Indah Kurniyawati, S.E., M.A. – Dosen Akuntansi Perpajakan, FEB UNISLA.










