Kabar1Lamongan.com — Adanya ketupat di Hari Raya atau Lebaran sendiri erat kaitannya dengan pengakuan kesalahan dan permintaan maaf seseorang di Hari Raya Idul Fitri. Setiap keluarga muslim Jawa biasanya membuat ketupat, yang disajikan dengan berbagai macam sayur.
Masyarakat Dusun Keduk, Desa Kedungwangi turut partisipasi merayakan hari raya ketupat. Selepas Shalat Shubuh masyarakat berdatangan menuju Halaman masjid Al Hikmah untuk melaksanakan Halal Bihalal dan istighosah dilanjut dengan makan ketupat bersama. Kamis (20/5/2021).
Kegiatan tersebut dihadiri oleh Kepala Dusun Keduk Ainul Mustasikin, Kyai Muhtarom, Kyai Hafiz, Ketua Ranting NU Desa Kedungwangi, tokoh masyarakat Dusun Keduk, Pemuda Dusun Keduk.
Kepala Dusun Keduk Ainul Mustasikin mengatakan meskipun ditengah pandemi covid-19 Masyarakat Dusun Keduk antusias dalam menyambut lebaran Ketupat tahun ini dan tetap mematuhi prokes.
“Dengan harapan semoga covid-19 segera berakhir dan melaksanakan kegiatan beribadah dan aktivitas yang lain seperti biasanya” katanya.
Tokoh Masyarakat Kyai Muhtarom mengisahkan, Sunan Kalijaga merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan lebaran ketupat kepada masyarakat Jawa pada tahun 1600an Masehi melalui hidangan ketupat.
“makanan yang berbahan beras dibungkus anyaman daun kelapa atau daun pandan. Setelah diisi beras, dikukus hingga matang dan jadilah ketupat.” Ujarnya.
Meski tergolong sederhana, namun ketupat memiliki makna penting. Dalam bahasa Jawa, ketupat berarti ‘ngaku lepat‘ atau mengaku bersalah.
“Ketupat menjadi simbol permintaan maaf bagi masyarakat Jawa, yaitu ketika seseorang berkunjung ke rumah kerabatnya, mereka akan disuguhkan ketupat dan diminta untuk memakannya. Apabila ketupat tersebut dimakan, secara otomatis pintu maaf telah dibuka dan segala salah serta khilaf antar keduanya terhapus,” pungkas Kyai Muhtarom. (hend)