Kabar1Lamongan.com – Relawan saat mengatur arus lalu lintas pengendara saat kereta api melintas di perlintasan PT. KAI DAOP 8 Surabaya tanpa palang pintu tepatnya di Desa Karanglangit, Kecamatan/ Kabupaten Lamongan Jawa Timur.
Setelah sering adanya kejadian kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia sejak lima tahun silam, saya merasa terpanggil untuk berbuat sosial kemanusiaan untuk menjaga perlintasan kereta api tanpa palang pintu.
” Saya tidak tega biar tidak ada korban kecelakaan karena ketabrak kereta,” kata Purnomo. Jum’at (23/04).
Lanjutnya, perlintasan itu tidak dijaga. Sebelum kami jaga bertiga, yakni Purnomo saya sendiri dan karena sehari semalam tenaga ndk kuat saya juga mengajak dua rekan Dukin dan Prapto untuk dibuat sip jaga.
Sebelumnya saya ini tidak tahu jadwal kereta akan melintas di perlintasan desa Karanglangit, tindakan yang kami lakukan kepada pengguna jalan hanya berdasarkan perasaan dan suara kereta yang terdengar dari kejauhan saja.
” Saya pakai feeling biasanya, kalau ada yang mau melintas dari jauh sudah terdengar keretanya. Langsung saya hentikan motor, mobil atau yang lainnya,” lanjut Purnomo.
Selain itu, perlintasan tanpa palang pintu tersebut dalam prakteknya dalam penjagaannya dibagi menjadi 3 sip / tahapan. Pada Sip ke- 1 pukul 06.00 WIB -12.00 WIB, sip ke- 2 pukul 12.00 WIB – 05.00 WIB dan sip ke- 3 pukul 05.00 WIB – 09.00 WIB selanjutnya karena agak sepi tidak dijaga.
Ada sejumlah orang yang memberikan uang Rp 1000 sampai Rp 2000 tapi pernah ada yang lebih dari itu, Alhamdulillah kami bersyukur dalam sehari walau hanya mendapat uang paling banyak Rp 30 ribu an dan kalau sore dan malam tak sampai segitu dan cukup untuk ngopi,” kenangnya.
Terkait hal ini Purnomo bersama rekannya berharap, pertama agar pemerintah ataupun Pemerintah Desa sedikit bisa memperhatikan para relawan, mungkin ada kearifan lokal dari anggaran desa untuk bisa memberikan sedikit uang lelah.
Karena disamping adanya jalan nasional perlintasan KAI tersebut juga membelah dusun Blangit desa Karanglangit dan menjadi akses jalan utama penghubung antar desa atau jalan poros desa yang setiap harinya dilewati warga setempat dan juga masyarakat umum.
Kedua, pihaknya ingin para relawan penjaga perlintasan memohon di fasilitasi oleh pemerintah desa untuk diusulkan ke pihak Dinas Perhubungan (Dishub) Lamongan atau pihak PT. KAI DAOP 8 Surabaya agar keberadaannnya legal dan diakui sekaligus diperhatikan.
Ketiga, penjaga perlintasan agar diupayakan pembuatan pos penjagaan palang pintu kereta karena teriknya panas matahari atau saat hujan,” kata Pur di sela – sela saat mengatur arus lalu lintas pengendara saat kereta api melintas.
Sementara Darjo selaku warga setempat menyampaikan, ia membenarkan apa yang dikatakan oleh Purnomo dan kawan – kawannya penjaga perlintasan KAI tanpa palang pintu ini, tepatnya di desa Karanglangit kecamatan / kabupaten Lamongan.
Hal ini dilakoni Purnomo sebagai relawan kemanusiaan tersebut karena tidak tega apabila ada warga yang melintas jadi korban kecelakaan di perlintasan tersebut.
Dia menjaga lokasi itu hanya bermodalkan pluit, kadang – kadang pakai rompi berstrip kuning juga lampu senter agar keberadaannya diketahui pengguna jalan.
Kendati demikian menurut Darjo warga setempat, Purnomo, Dukin dan Prapto mengamankan perlintasan itu dilakukan secara sukarela.
Warga yang melintas juga tidak keberatan memberikan uang ke Purnomo bersama rekannya. Apalagi keberadaan relawan itu sangat membantu pengguna jalan perlintasan kereta,” ujar Darjo.
“Ditambahkan, ini sangat membantu sekali apalagi saya warga sekitar sini, yang saya ketahui juga para penyebrang perlintasan kereta ini ada yang kasih uang seadanya ada yang begitu lewat saja,” ujar Darjo. (*FL/F2)