Jakarta – Banyaknya permasalahan terkait Perkawinan yang terjadi di masyarakat Gerai Hukum Art & Rekan membuat kajian untuk kita pahami bersama.
Gerai Hukum Art & Rekan berpendapat bahwa,menurut undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antata seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.
Sebagai suatu ikatan, perkawinan merupakan bagian dari hukum perdata (hukim privat).
Karena perkawinan berlanngsung dari suatu kesepakatan para pihak (pria dan wanita) yang dalam hal ini didasarkan pada rasa cinta dan kasih sayang serta kesepakatan untuk mebentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Namun demikian perkawinan juga merupakan bagian dari hukum pidana (hukum publik)yang apabila dalam prosesnya memenuhi unsur-unsur materil sebagai tindakan kejahatan dan pelanggaran.
Dimana setiap kejahatan dan pelanggaran dapat diancam pidana bagi setiap pelakunya. Sebagaimana diatur dalam pasal 277 s/d 280 KUHP dan pasal 529 s/d 530 KUHP.
Pada pasal 277 menyebutkan ” Barang siapa dengan salah satu perbuatan sengaja menggelapkan asal usul orang, diancam karena penggelapan asal usul dengan pidana penjara paling lama enam tahun”
Didalam pasal tersebut menentukan “Barang siapa” artinya siapa saja yang melakukan penggelapan terhadap asal usul baik yang mereka yang melangsungkan perkawinan (pleger) maupun pihak pihak yang berkepentingan terhadap berlangsungnya perkawinan tersebut (doen pleger, mede pleger, dan uit lokken) dan terbukti menggelapkan asal usulnya maka merupakan suatu tindak kejahatan perkawinan yang di ancam sanksi pidana paling lama enam tahun.
Ketentuan pasal ini termasuk dalam delik aduan absolut, yang artinya dapat diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari pihak yang menjadi korban tindak pidana.
Menurut Drs. E. Utrecht dalam delik aduan penuntutan terhadap orang tersebut di gantungkan pada persetujuan dari pihak yang dirugikan (korban), serta penuntutan dapat dilakukan terhadap siapa saja yang terlibat dalam tindak pidana tersebut.
Selanjutnya yang termasuk kejahatan terhadap perkawinan adalah bagi siapa saja yang mengakui seorang anak sebagai anaknya menurut peraturan KUHPerdata padahal diketahuinya bahwa dia bukan bapak dari anak tersebut, diancam karena melakukan pengakuan anak palsu dengan pidana penjara paling lama tiga tahun (pasal 278 KUHP).
Dalam perkara ini jelas bahwa pengakuan palsu atau pengakuan yang tidak benar terhadap seorang anak yang nyata nyata diketahui bukan orang tuanya baik secara biologis maupun orang tua angkat yang telah disahkan berdasarkan penetapan pengadilan termasuk delik pidana yang di ancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun.
Di dalam pasal 279 KUHP ayat (1) mengatur bahwa kejahatan terhadap perkawinan adalah bagi siapa saja yang mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan yang telah ada menjadi penghalang untuk sahnya perkawinan tersebut.
Dalam pasal ini mengatur bahwa perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria padahal masih terikat dengan perkawinan atau perkawinan-perkawinan dengan wanita lain dan perkawinan tersebut dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan hukum perkawinan (melebihi dari empat orang isteri) maka perkawinan tersebut merupakan suatu perbuatan pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Pada ayat ini cukup jelas menunjukan pengaturan terhadap pihak pria yang melakukan perkawinan. Sedangkan pada ayat 2 mengatur untuk pihak wanita, dimana pada ayat (2) menyebutkan bahwa barangsiapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu, pada ayat menjelaskan bahwa seorang wanita dilarang untuk menikah dengan seorang pria padahal ia sedang dalam ikatan perkawinan dengan pihak pria lain, dan dalam ayat ini menjelaskan bahwa seorang wanita dilarang menikah dengan pria lain sedangkan pria yang dinikahi adalah suami dari wanita lain.
Oleh karena itu dalam perkara ini merupakan suatu tindakan kejahatan terhadap perkawinan yang di ancam penjara paling lama lima tahun.
Dan dalam pasal 70 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan pernikahan tersebut batal demi hukum.
Selanjutnya, merupakan kejahatan terhadap perkawinan yang diancan pidana penjara tujuh tahun bagi yang menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk dilangsungkannya suatu perkawinan. Dalam perkara ini terdapat unsur penipuan dan penggelapan data perkawinan.
Yang dalam Kompilasi Hukum Islam perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Sebagaimana diatur dalam pasal 72.
Pelanggaran terhadap Perkawinan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pelanggaran berasal dari kata langgar yaitu tindakan (perkara) melanggar, tindak pidana yang lebih ringan dari kejahatan.
Pelanggaran merupakan perbuatan menyimpang atau tidak sesuai dengan norma hukum yang telah dibuat oleh negara.
Pelanggaran yang dimaksud dalam perkawinan, sebagaimana diatur dalam pasal 529 dan 530 KUHP adalah barang siapa tidak memenuhi kewajiban menurut undang undang untuk melaporkan kepada pejabat catatan sipil atau perantaranya tentang kelahiran dan kematian diancam dengan pidana denda paling banyak seribu lima ratus rupiah.
Kemudian dalam pasal 90 undang-undan nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminiatrasi Kependukan sebagaimana diubah dengan undang undang nomor 24 Tahun 2016 tentang Administrasi Kependudukan menyebut bahwa kelahiran dan kematian yang tidak dilaporkan di kenai sanksi adminiatratif berupa denda 1.000.000 (satu juta rupiah).
pada pasal 530 ayat (1) KUHP menyebutkan bahwa seorang petugas agama yang melakukan upacara perkawinan yang hanya dapat dilangsungkan dihadapan pejabat catatan sipil, sebelum dinyatakan padanya bahwa pelangsungan dimuka pejabat itu sudah dilakukan, diancam dengan pidana denda paling banyak empat ribu lima ratua rupiah. Dalam pasal ini menjelaskan bahwa perkawinan yang dilangsungkan tidak dihadapan petugas pencatat perkawinan dikategorikan sebagai pelanggaran, atau perbuatan menyimpang dari norma norma hukum yang berlaku, hal ini diatur juga dalam UU No 1 tahun 1974 ayat (2) bahwa perkawinan harus dicatatkan menurut undang undang yang berlaku dan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 6 ayat (2) menyebutkan bahwa perkawinan yang tidak dicatatkan yang dilangsungkan diluar pengawasan pencatat perkawinan tidak memiliki kekuatan hukum.
Pada pasal 90 huruf b sebagaimana dimaksud pada pasal 34 ayat (1) dan pasal 37 ayat (4) Undang undang Nomor 23 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Undang undang Nomor 24 Tahun 2004 twntang Adminiatrasi Kependudukan di kenai sanksi denda sebanyak 1.000.000 (satu juta rupiah)
Pada ayat (2) menyebutkan bahwa jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama. Pidana denda dapat diganti dengan pidana kurungan paling lama dua bulan.
Ayat ini mengatur tentang batas waktu suatu tindakan pidana yang sama dilakukan sebelum lewat waktu dua tahun maka tidak lagi diancam pidana denda melainkan pidana kurungan.
Artinya sebelum lewatnya waktu dua tahun setelah dipidana melakukan tindak pidana yang sama maka diancam pidana kurungan paling lama dua tahun. (Arthur)