Jakarta – Lembaga Peduli Nusantara berpendapat bahwa, secara luas, tindak pidana siber ialah semua tindak pidana yang menggunakan sarana atau dengan bantuan Sistem Elektronik. Artinya semua tindak pidana konvensional dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sepanjang dengan menggunakan bantuan atau sarana Sistem Elektronik seperti pembunuhan, perdagangan orang, dapat termasuk dalam kategori tindak pidana siber dalam arti luas.
Dalam pengertian yang lebih sempit, pengaturan tindak pidana siber diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Untuk Menjawab pertanyaan tersebut di atas, setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
A.Ruang lingkup cybercrimes, danp
Peraturanperundang-undangan yang menjadi landasan dalam penanganan cybercrimes, baik dari segi materil dan formil.
Ruang Lingkup Tindak Pidana Siber
Ada begitu banyak definisi cybercrimes, baik menurut para ahli maupun berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Definisi-definisi tersebut dapat dijadikan dasar pengaturan hukum pidana siber materil. Misalnya, Sussan Brenner (2011) membagi cybercrimes menjadi tiga kategori:
Crimes in which the computer is the target of the criminal activity, crimes in which the computer is a tool used to commit the crime, and crimes in which the use of the computer is an incidental aspect of the commission of the crime. Sedangkan, Nicholson menggunakan terminologi computer crimes dan mengkategorikan computer crimes (cybercrimes) menjadi objek maupun subjek tindak pidana serta instrumen tindak pidana.
First, a computer may be the ‘object’ of a crime: the offender targets the computer itself. This encompasses theft of computer processor time and computerized services.
Second, a computer may be the ‘subject’ of a crime: a computer is the physical site of the crime, or the source of, or reason for, unique forms of asset loss. This includes the use of ‘viruses’, ‘worms’, ‘Trojan horses’, ‘logic bombs’, and ‘sniffers.’ Third, a computer may be an ‘instrument’ used to commit traditional crimes in a more complex manner. For example, a computer might be used to collect credit card information to make fraudulent purchases.
Menurut instrumen Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam Tenth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders yang diselenggarakan di Vienna, 10-17 April 2000, kategori cyber crime dapat dilihat secara sempit maupun secara luas, yaitu :
A. Cyber crime in a narrow sense (“computer crime”): any illegal behavior directed by means of electronic operations that targets the security of computer systems and the data processed by them;
Cyber crime in a broader sense (“computer-related crime”):
B. Any illegal behaviour committed by means of, or in relation to, a computer system or network, including such crimes as illegal possession, offering or distributing information by means of a computer system or network.
Lembaga Peduli Nusantara DPP Jakarta
Ketua DPP LPN : Arthur Noija S.H