Kabar1Lamongan.com – Tanaman Porang kini tengah booming menjadi andalan ekspor. Padahal dahulu, menjadi tanaman yang tak dianggap. Saat ini tanaman Porang menyusul tanaman Kelor yang tiba-tiba meledak karena meningkatnya permintaan untuk ekspor. Tidak hanya dari Jepang, tetapi juga dari China, Vietnam, Thailand, Taiwan, Korea dan Australia
Contohnya, beberapa waktu lampau, melalui pelabuhan Tanjung Emas secara simbolis Menteri Pertanian RI telah melepas ekspor PORANG dalam bentuk chip ke China sebanyak 60 ton atau senilai Rp 1,2 miliar dan sekaligus sebagai realisasi dari program Gratieks.
Jumlah ekspor olahan umbi Porang pada tahun 2020 menurut catatan Kementerian Pertanian RI sebesar 19.800 ton atau senilai Rp 880 milyar, meningkat dua kali lipat jika dibandingkan dengan tahun 2019.
Tidak mau ketinggalan momen untuk booming, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian RI juga telah menjadikan tanaman Porang sebagai komoditas tanaman pangan unggulan dari kelompok tanaman polo kependem, polo kesampar dan polo gumantung selain singkong dan ubi jalar sehingga mendapatkan fasilitasi pendampingan teknis dalam pengembangannya dari hulu hingga hilir.
Tidak mengherankan kalau pada saat ini banyak petani atau yang baru belajar menjadi petani berlomba-lomba membudidayakan tanaman Porang, baik yang akan dijual dalam bentuk umbi, hasil olahan umbi maupun sebagai bibit.
Dari tanaman Porang akan dihasilkan umbi yg bisa dijual dalam bentuk umbi segar maupun olahan seperti chip dan tepung serta bahan untuk perbanyakan tanaman (bibit) seperti biji dan umbi katak (bulbil).
Dalam waktu yang singkat saat ini tanaman Porang telah berkembang luas baik di pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa seperti di NTT, Sulawesi, Bali dan Sumatera yang diindikasikan dengan semakin meningkatnya permintaan bibit tanaman Porang.
Padahal, dahulu ketika bertugas di Jawa Timur tahun 1992 hingga 1999, tanaman Porang masih kalah populer dengan komoditas unggulan dan andalan pertanian yg dikembangkan di Jawa Timur. Bisa jadi ketika itu tanaman Porang masih dianggap sebagai tanaman liar atau belum banyak dibudidayakan karena tidak bernilai ekonomi tinggi.

Padahal ketika itu tanaman Porang dari daerah Saradan, Madiun yang konon kandungan zat gizi dan nilai fungsional umbinya memiliki kualitas terbaik mulai diburu oleh pengusaha dari Jepang.
Potensi Porang
Sebagai tanaman liar yang selama ini tumbuh di bawah tegakan di hutan, tanaman Porang relatif mudah dibudidayakan di berbagai jenih tanah dari ketinggian 0 meter hingga 700 meter di atas permukaan laut.
Untuk itu tanaman Porang sangat prospektif dibudidayakan pada lahan-lahan marginal yg sangat potensial untuk pengembangan tanaman pangan. Masa panen tanaman Porang bervariasi mulai dari satu musim tanam hingga beberapa musim tanam, tergantung dari ukuran dan jenis benih/bibit yg ditanam.

Dalam satu hektar biasanya akan dihasilkan umbi basah sekitar 20 ton dan umbi katak (bulbil) 1.250 kilogram. Adapun nilai ekonomi dari tanaman porang adalah terletak pada kandungan senyawa polisakarida glukomanan pada umbi PORANG yg memiliki karakteristik unik sehingga sangat bermanfaat untuk bahan baku industri makanan, obat-obatan, kosmetika serta industri strategis lainnya.
Tanaman Porang memiliki keluarga satu rumpun yg memiliki ciri-ciri hampir sama yakni tanaman ILES-ILES (PUTIH), Suweg dan walur.

Untuk bisa membedakan dengan jenis tanaman umbi-umbian lainnya yg masih satu rumpun dan sekaligus bisa memastikan, tanaman Porang akan menghasilkan umbi katak (bulbil) pada setiap pertemuan cabang daun yg berfungsi untuk perkembangbiakan selain dari biji dan umbi batang. Pendek kata, umbi katak (bulbil) ini tidak akan ditemui selain di tanaman Porang.
Bagaimanapun booming porang saat ini harus bisa ditangkap oleh pelaku utama dan pelaku usaha dibidang pertanian sebagai peluang usaha yg prospektif, meskipun harus disikapi juga dengan baik agar tidak sampai penyediaan melebihi dari permintaan sehingga mengganggu dinamika harga jual Porang baik di pasar domestik maupun global. (***jal)